"Kematian Sang Pendekar" (5)

WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Episode :


"Kematian Sang Pendekar"  (5)





...seeerrrr… tanpa bisa ditahan oleh sang empunya barang, Sang Kakek tanpa sadar mengeluarkan air kencing dicelana! “Datuk…! apa yang terjadi…! kenapa aku tidak bisa menahan… anu… itu… Moncor terus…! Ampuuun…!” kaget Arwah Ketua sampai terbata­bata sembari mendekap bagian bawah celananya yang mulai basah! 
----------
Melihat hal ini Nenek Katai Ning Rakanini dan Si Segala Tahu tertawa terpingkal­pingkal! Datuk Rao Basaluang Pitu hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Seharusnya hal itu tidak terjadi jika saja pikiranmu tidak terpecah saat kau memegang Kitab dan Sepasang Naga itu…” desah Sang Datuk. “Jadi bagaimana ini Datuk…?” ucap Arwah Ketua dengan pandangan memelas dan terus­terusan mendekap bagian bawah perutnya. “Tampaknya ini memang sudah suratan takdirmu wahai Arwah Ketua… penyakitmu ini tampaknya akan terus serta bersamamu hingga nantinya kau teruskan pada penerusmu…” sambung Datuk Rao Basaluang Pitu. Datuk Rao Basaluang Pitu hendak melanjutkan ucapnnya namun terputus saat satu suara terdengar berucap “Dan untuk seterusnya kau serta para penerusmu akan dipanggil orang dengan sebutan…” Si Segala Tahu terdengar menyeletuk tiba­tiba.

“Arwah Ngompol…!” seru Nenek Ning Rakanini dan Si Segala Tahu kompak membuat Arwah Ketua keki dan langsung memeperkan kedua tangannya yang basah kuyup karena air kencing kearah mereka berdua! Hal ini tentu saja membuat Ning Rakanini dan Si Segala Tahu memaki panjang pendek. Datuk Rao hanya tertawa lepas melihat kelakuan mereka bertiga. Setelah itu Datuk Rao Basaluang Pitu kini memalingkan wajah kearah Resi Kali Jagat Ampusena lalu berucap lembut. “ Ampusena, mungkin dari semua amanat yang kutitipkan, amanatmu lah yang paling berat…” ucap Sang Datuk seraya memandang Resi Kali Jagat Ampusena. Sang Resi pun mnejura hormat sembari berucap

“walaupun sesungguhnya diri saya amat menyadari rendahnya kepandaian yang saya miliki, namun adalah suatu anugerah yang besar bagi saya jika mendapatkan amanat dari Datuk, seberapa besarnya amanat yang Datuk titipkan ke pundak saya akan saya terima dan jalankan sebaik mungkin…” Sang Datuk tersenyum cerah mendengar ucapan Sang Resi.

“Ucapanmu menandakan kerendahan hatimu dan aku sangat senang mendengarnya Wahai Ampusena. Tinggi Ilmu tidaklah berarti jika dibarengi dengan Tinggi Hati, hanya kerendahan hati dan keluhuran budi yang mampu membawa manusia ke Jalan menuju Swargaloka…” ucap Datuk Rao Basaluang Pitu.

 Sang Datuk kemudian terlihat mengambil kembali sesuatu dari dalam kantung kulit ajaibnya, saat tangan Sang Datuk keluar terlihatlah sebuah kitab dalam genggamannya. Kitab itupun langsung diberikan oleh Sang Datuk kepada Resi Kali Jagat Ampusena. “Ampusena, kitab dalam genggamanmu adalah Kitab yang bernama Kitab Jagat Pusaka Dewa… kitab ini adalah satu kitab dari dua buah kitab yang nantinya akan menentukan nasib umat manusia di tanah Jawa Delapan Ratus Tahun kedepan.

untuk saat ini aku ingin kau menyimpannya sebaik mungkin. sampai pada masa sepuluh tahun kedepan carilah seorang bayi yang baru lahir di daerah selatan Trowulan. Bayi tersebut terlahir dengan Nama Manik Aryana dan memiliki rembang tanda lahir berbentuk Bintang Yang Dilingkari Sepasang Naga Di Atas Tengkuknya. Perlu kau ketahui bayi bernama Manik Aryana tersebut pada dasarnya adalah anak yang akan menjadi ketitisan dari Bintang Langit Saptuning Jagat!

Karena kau rupanya berjodoh dengan bayi itu,maka kau harus mengangkatnya menjadi murid! Berikanlah dia makanan rohani dan pelajaran akan hidup! Lalu bersama­sama dengan muridmu itu pergilah dan lakukanlah perjalanan menuju sebuah Padang Pasir bernama Padang Pasir Thar di barat Laut India. temukanlah sebuah Goa ditengah padang pasir tersebut yang diberi nama Goa Binaker lalu berikanlah Kitab Jagat Pusaka Dewa yang kau miliki tersebut kepada sesorang Resi yang menanti disana…

setelah itu berjalanlah terus ke arah utara menuju Tanah Arab, Tanah seribu gurun, ke tanah orang­orang berjubah dan bersorban putih. Sesampainya disana tempalah dirimu dan muridmu disana dengan segala bentuk kebajikan dan ilmu pengetahuan… serta temukanlah kebenaran hidup yang hakiki di bawah naungan batu Hajar Aswad…!”Tutup Datuk Rao Basaluang Pitu.

Yang dibalas anggukkan dan salam hormat Resi Kali Jagat Ampusena. Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian pandangi keempat orang dihadapannya. “Sebelumnya aku meminta kalian untuk berpegangan tangan selama berada di Dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya namun mungkin kalian tidak menyadari kalau kalian sudah tidak berpegangan tangan lagi…” ucap sang datuk yang membuat semua yang ada baru menyadari hal tersebut.

“Hal ini dapat terjadi karena masing­masing dari kalian telah memegang barang yang merupakan bagian dari milik istana langit. Dengan memiliki barang pusaka istana langit kalian tidak akan tersesat lagi dan bisa menginjakkan kaki ke ruangan ini kapanpun kalian inginkan…” sambung Sang Datuk. “Kini rasanya sudah waktunya untuk kembali… tampaknya…” Ucapan Sang Datuk terputus kala terasa satu goncangan keras terjadi di tempat itu!

Pemandangan awan dan langit biru tiba­tiba berubah menjadi gelap kala satu getaran keras kembali melanda Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya! sesungguhnya apa yang sedang terjadi? ternyata di luar Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya sedang terjadi pertempuran seru! Satu Sosok Kelelawar Raksasa nampak menyerang Datuk Rao Pangeran Peto Alam dengan Dahsyatnya!

Binatang peliharaan Datuk Rao Basaluang Pitu ini mengeluarkan lenguhan keras sembari melancarkan tendangan berulang kali kearah kelelawar besar yang menyerangnya dengan gencar! Dirinya benar­benar kerepotan menghadapi makhluk bersayap tersebut karena kedua tangannya dipakai untuk memanggul bola lingkaran Saluang dipundaknya!

Sementara itu Makhluk bersayap ini juga tidak datang sendiri, bersama dengannya turut serta ratusan makhluk berjubah dan berwajah hitam dan putih yang secara bergerumbul menghantam bola lingkaran Saluang yang sedang dipikul oleh Datuk Rao Pangeran Peto Alam! Hal inilah rupanya yang menyebabkan guncangan keras dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya!

“Kembalikan Bayi Pemimpin Kami…!” bentak Kelelawar raksasa sembari menyerang Datuk Rao Pangeran Peto Alam dengan sepasang cakar dan taringnya. sementara itu di dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya Ning Rakanini nampak memegang tangan Si Segala Tahu erat sementara Datuk Rao Basaluang Pitu mengkerutkan keningnya kala merasakan getaran yang melanda tempat itu.

“Ada kekuatan yang mencoba untuk mendobrak masuk ke dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya…” ucap Sang Datuk membuat mereka yang berada dalam ruangan tersebut saling berpandangan. Saat getaran ketiga kembali melanda Sang Datuk terlihat berseru keras. “Wahai Tujuh Saluang Dewa…!

Harap tunjukkan jalan bagi diriku dan kerabatku untuk keluar dari Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya…!” begitu ucapan Sang Datuk selesai tedengar kembali suara alunan kidung yang berasal dari ketujuh Saluang Dewa yang berputar keras. “bersiap­siaplah…!” seru Sang Datuk kala melihat putaran Saluang semakin melambat dan kala Putaran Ketujuh Saluang akhirnya berhenti Sang Datuk yang kala itu melayang diatas langit bersama keempat orang lainnya kontan jatuh menderu kebawah!

Bersambung Bagian 6

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama