"Kematian Sang Pendekar" (4)

WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Episode  "Kematian Sang Pendekar"  (4)


Sang Datuk kemudian terlihat mengambil sesuatu lagi dari dalam kantung kulitnya, setelah tangannya keluar nampaklah bahwa barang yang berada di tangan sang datuk adalah sepucuk bibit pohon beringin. “Terimalah bibit Beringin Dewa ini untuk mengganti pohon beringin yang terbakar habis di candi kediamanmu…” ucap Sang Datuk sembari menyerahkan bibit Beringin Dewa tersebut kepada Ning Rakanini yang langsung disambut oleh Sang Nenek. “Aku masih ada permintaan untukmu… jika kau sempat aku harap kau mau mengambil Sisa beringin yang terbakar di tempatmu lalu membuatnya menjadi sebuah Papan Nisan Kayu Hitam!

 Setelah itu kuburkanlah Papan Nisan Hitam itu di Pegunungan Iyang dan biarlah papan nisan itu bersemayam disana hingga suatu hari nanti akan ada orang yang mengambilnya…” ucap Sang Datuk yang dibalas dengan Anggukan oleh Ning Rakanini walaupun Sang nenek sebenarnya tak mengerti apa tujuan Sang Datuk menyuruhnya melakukan hal tersebut. Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian memandang kearah Lor Pengging Jumena seraya berucap sesuatu yang membuat semua orang yang ada disitu melengak kaget. “Lor Pengging Jumena… apakah kau keberatan kalau aku meminta sepasang bola matamu…?

” Resi KaliJagat Ampusena dan Arwah Ketua saling pandang bahkan Ning Rakanini nampak mengkirik ngeri! Sementara itu Lor Pengging Jumena hanya nampak termangu sesaat sebelum akhirnya tertawa panjang. “Sebelum bertemu Datuk, tubuh kuini hanya berupa jerangkong dengan tengkorak kosong melompong! Dengan alunan Tembang Mulih Smaradhana milik Datuk akhirnya aku bisa mendapatkan tubuhku yang sempurna kembali, kalau kini Datukmeminta sepasang bola Mataku rasanya juga bukan masalah besar…!” ucap Lor Pengging Jumena sembari menggerakan kedua tangannya cepat kearah mata!

Sesaat kemudian nampaklah sepasang Biji Bola Mata diatas telapak tangannya! Datuk Rao Basaluang Pitu tersenyum melihat sepasang Bola Mata Di tangan Lor Pengging Jumena. Sang Datuk pun kemudian terlihat mengambil sepasang bola mata tersebut. diperhatikannya sepasang bola mata tersebut dengan seksama, lalu terlihat Sang Datuk mengusap Lembut kedua Bola Mata tersebut dan tampaklah bahwa kedua bola mata tersebut kini sudah tidak memiliki manik mata!

Sang Datuk kemudian terlihat mengambil sesuatu dari dalam kantung kulitnya yang ternyata berupa dua helai daun tembus pandang yang tampak mengeluarkan sinar terang! dua daun itu kemudian ditempelkan diatas sepasang bola mata tersebut! Lalu keanehan terjadi, sepasang daun tersebut kemudian terlihat mengeluarkan asap tipis dan langsung lumer kedalam dua bola mata di tangan Sang Datuk!


Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian terlihat mendekat kearah Lor Pengging Jumena dan memasangkan sepasang bola mata Lor Pengging Jumena kembali keasalnya maka nampaklah kalau kini Lor Pengging Jumena memiliki sepasang mata berwarna Putih! Lor Pengging Jumena pandangi kesekelilingnya dengan pandangan aneh. Ada sesuatu yang lain dirasakan di dalam dirinya, sesuatuyang membuat dirinya seakan terlahir kembali! beberapa saat kemudian Lor Pengging Jumena pun tampak berlutut di hadapan Datuk Rao Basaluang Pitu.

“Aku tahu apa yang kau rasakan Wahai Lor Pengging, kau kini memang sudah tidak dapat melihatlagi dengan sepasang matamu, namun tentunya kau kini bisa merasakan mata lain yang jauh lebih terang dalam dirimu yakni mata hatimu bukan…?” tanya Datuk Rao yang dibalas dengan anggukan oleh Lor Pengging Jumena.

“ketahuilah bahwa sepasang daun yang kumasukan kedalam sepasang bola matamu adalah Daun Pohon Sastra Langit, satu­satunya pohon yang tumbuh di Pelataran langit yang selalu disiram oleh para Dewa dan Dewi dengan sari pengetahuan dan lintang kebajikan… kini dengan sepasang matamu itu kau akan mengembara ke seluruh pelosok negeri dan menyingkap segala tabir serta membaca pertanda yang terbaca dilangit dan tertiup hembusan Alam… dengan kemampuanmu itu kau akan banyak menolong mereka yang tersesat dan mereka yang membutuhkan petunjuk dan nasehat…” ucap Datuk Rao seraya membangunkan Lor Pengging Jumena.

“Seperti halnya Ning Rakanini, kau pun harus berjanji untuk menurunkan sepasang matamu itu pada penerusmu tepat sesaat penerusmu itu dilahirkan… biarlah nantinya para penerusmu akan menjalani hidup dengan mata tertutup namun hati terbuka…” ujar Sang Datuk kembali. “Saya berjanji Datuk apa yang Datuk ucapkan akan saya lakukan dan taati…”ucap Lor Pengging Jumena seraya membungkuk memberi hormat.

“Satu hal lagi… untuk selanjutnya hidupmu dan para penerusmu harus kau abdikan dalam pengembaraan… kau Akan hidup dengan mengemis dan meminta­minta… biarpun nantinya kau akan selalu dicaci dan dimaki tapi kau akan selalu memberikan petunjuk dan wejangan bagi mereka yang membutuhkan. Biarlah hanya untuk mereka yang sudi berkorban dan berusaha mencari tahu akan segala pengetahuan yang mereka butuhkan sajalah yang akan menemukanmu! Oleh karenanya mulai hari ini kau tidak usah lagi menggunakan Nama Lor Pengging Jumena… biarlah nanti sampai seterusnya orang­orang akan memanggilmu dan para penerusmu dengan panggilan Si Segala Tahu…!”

***
Sang Datuk kemudian kembali mengambil sesuatu dari dalam kantung kulitnya dan ajaib! Dari kantung kulit sekecil itu kemudian keluar sebuah Caping bambu, sebuah tongkat butut, sebuah kaleng rombeng dan sebuah kitab kumal. Entah dengan cara apa Datuk Rao Basaluang Pitu mampu membuat Kantung kecil itu mampu mengisi berbagai barang dengan ukuran yang bahkan jauh lebih besar dari mulut Kantung kulit tersebut.

Caping bambu tersebut kemudian dipasangkan ke kepala Lor Pengging Jumena sementara tongkat dan kaleng rombeng di dipasangkan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu ke tangan kiri serta kitab kumal ke tangan kanan Sang Kakek yang mempunyai Nama baru yakni Si Segala Tahu. “Caping ini hanyalah caping biasa, tongkat dan kaleng rombeng ini juga hanyalah tongkat dan kaleng rombeng biasa sementara kitab kumal ini juga hanyalah sebuah kitab tembang dan senandung biasa… dengan barang­barang inilah kau dan para penerusmu nantinya mengembara dan memberikan petunjuk dan wejangan bagi mereka yang membutuhkan…” sambung Datuk Rao Basaluang Pitu.

Si Segala Tahu mengelus caping dikepalanya lalu kemudian turun mengelus tongkat bututnya, setelah itu Sang kakek menggoyang­goyangkan kaleng ditangannya yang langsung mengeluarkan suara keras! saat Sang kakek meraba kitab kumal ditangan kirinya tiba­tiba dirasanya huruf-­huruf timbul keluar dari sampul luar kulit tersebut, tidak sampai disitu Sang Kakek kemudian membuka halaman­halaman didalam buku dan merasakan hal yang sama saat huruf­huruf Jawa Kuna terasa muncul sehingga bisa diraba dan dibaca oleh Sang Kakek.

“Aksara Kidung Langgeng Smaradhana…!” desis Si Segala Tahu dengan tubuh bergetar dan kembali jatuhkan lutut yang langsung disambut oleh Datuk Rao. “Bangunlah…” ucap Datuk Rao seraya membangunkan Si Segala Tahu.

Si Segala Tahu nampak menyusutkan air mata penuh keharuan karena tahu bahwa Aksara Kidung Langgeng Smaradhana merupakan satu kitabyang amat langka yang sangat sulit dicari tandingannya! Walaupun hanya berisi beberapa buah tembang dan senandung namun keampuhannya bisa dilihat kala isi kitab itu digunakan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu saat menghadapi barisan makhluk api dan saat mengobati Ning Rakanini, Arwah Ketua dan dirinya sendiri saat terluka.
( silahkan baca episode: Si Pengumpul Bangkai )

 Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian alihkan pandangannya ke arah Arwah Ketua! Arwah Ketua yang tahu urusan langsung saja dingin tengkuknya! “Tidak Datuk… terima kasih sebelumnya, tapi saya belum butuhapa­apa…! Saya masih belum mau buta…! Saya juga gak bakalan lebih cakep kalau kepala saya ditancepin tusuk Konde…! “Ucap Arwah Ketua sembari memegangi kepalanya yang Plontos! Hal ini membuat Ning Rakanini dan Si Segala Tahu tertawa lepas.

Datuk Rao Basaluang Pitu pun hanya tersenyum melihat tingkah Arwah Ketua. “Aku tidak akan mencongkel matamu ataupun menancapkan tusuk kundai ke kapalamu Arwah Ketua! jadi legakanlah hatimu… aku hanya ingin menitipkan sesuatu padamu…” ucap Sang Datuk kembali seraya kembali mengeruk kedalam kantung kulitnya yang ajaib dan saat tangan sang datuk keluar dari dalam kantung terlihat sebuah kitab ditangan Sang Datuk,namun yang membuat semua orang tercengang adalah diatas kitab tersebut tampak bergelung dua ekor naga bersisik kuning! Duaekor Naga tersebut berukuran sangat kecil!

Hampir menyerupai anak belut namun sosoknya yang bertanduk dan mempunyai sepasang kaki menegaskan bahwa dua ekor makhluk yang bergelung itu sama sekali bukan anak belut melainkan sepasang Naga Yang sesungguhnya!

“Kitab ini adalah sebuah kitab yang bernama Kitab Wasiat Malaikat! Bersama kitab ini aku sertakan juga sepasang Naga Kuning kecil. Seekor Naga akan kuberikan kepadamu sedangkan naga satunya beserta Kitab Wasiat Malaikat kuharap bisa kau jaga untuk sementara waktu sebelum nantinya kau serahkan pada seseorang didasar Telaga Gajahmungkur…” Arwah Ketua pun mengambil Kitab dan Naga sembari menghembuskan Nafas Lega.

 “Untung Datuk tidak meminta mataku atau menancapkan tusuk kundai ke kepalaku” ucap Sang Kakek namun tiba­tiba Sang Kakek merasakan sesuatu keanehan kala Sepasang Naga dan kitab berada dalam genggamannya. Sang Kakek merasakan satu hawa panas silih berganti dengan hawa dingin sejukberputaran di dalam tubuhnya! Sang kakek berlonjak kegirangan! Sang kakek tahu kalau saat itu tenaga dalamnya juga telah bertambah seperti halnya tenaga dalam Ning Rakanini dan Si Segala Tahu.

“terimakasih Datuk…! terimakasih…! “seru Sang Kakek sembari tertawa riang namun beberapa saat kemudian tawanya hilang seakan direnggut setan kala merasa suatu keanehan terjadi pada tubuhnya sebelah bawah lalu… seeerrrr… tanpa bisa ditahan oleh sang empunya barang, Sang Kakek tanpa sadar mengeluarkan air kencing dicelana! “Datuk…! apa yang terjadi…! kenapa aku tidak bisa menahan… anu… itu… Moncor terus…! Ampuuun…!” kaget Arwah Ketua sampai terbata­bata sembari mendekap bagian bawah celananya yang mulai basah!

Bersambung Bagian 5

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama