"Kematian Sang Pendekar" (3)

WIRO SABLENG
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Episode :
"Kematian Sang Pendekar"  (3)



“Bunuh mereka semua dan jangan biarkan satu orangpun lolos…!” teriak Jenazah Simpanan yang langsung disambut suara gemuruh laskar Para Roh yang dijadikan budak oleh Lakarontang dan jenazahnya di simpan sebagai koleksi di dasar kawah gunung salak.

Sementara itu pukulan Matahari yang dilontarkan Wiro sesaat lagi akan menghantam tubuh Lakarontang namun tiba­tiba dibarengi desiran bayangan berwarna putih satu sinar gelombang panas yang serupa dengan sinar pukulan matahari milik Wiro melabrak dengan cepatnya menghantam pukulan yang dilepaskan Wiro. Satudentuman besar dibarengi cahaya yang menyilaukan terdengar memekakkan telinga. Wiro terlihat terdorong Mundur beberapa tombak sembari mengelus dadanya yang berdenyut Sakit. sementara di hadapannya terlihat Seorang nenek dengan dandanan coreng­moreng tampak berlutut menjeplok di tanah dengan rambut tergerai lepas dari sanggulnya dandengan nafas memburu.

Didekatnya tampak Jin Putih yang semula dikendarainya tergeletak mengepulkan asap!. “Anak Setan…! berani­beraninya kowe kurang ajar terhadap junjungan tertinggi Jenazah Simpanan…! Kowe memang harus di kasih mampus..!” ucap nenek yang bukan lain adalah Sinto Gendeng guru Sang Pendekar sembari bangkit dan melesat kearah Wiro dengan kapak teracung! dan bukan hanya Sinto Gendeng, nampak tidak kurang sepuluh orang dengan menggunakan jin Putih muka rata sebagai tunggangan melesat kearah Wiro dengan berbagai senjata terhunus

!kalau Wiro kala itu sedang sibuk menghadapi gurunya di tambah sepuluh orang berkepandaian tinggi yang mengepungnya, maka sahabat­sahabat Wiro termasuk kakek Kumara Gandamayana dan Sang Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala juga mengalami nasib yang kurang lebih sama! Ratu Randang dan Kunti Ambiri terlihat sibuk melayani sepuluh orang yang mengeroyoknya. sementara Kakek Kumara Gandamayana dan Raja Mataram tampak sibuk menghadapi serangan bertubi­tubi yang dilancarkan tidak kurang dua puluhorang berkepandaian tinggi! Kunti Ambiri yang bertarung saling beradu punggung dengan Ratu Randang tampak sesekali mengeluarkan pukulan jarak jauh berbau amis kearah orang­orang yang mengeroyoknya. Setiap kali ada orang yang terhantam pukulannya langsung jatuh dan tidak bergerak lagi, namun beberapa saat kemudian posisi orang tersebut kemudian digantikan oleh orang lain lagi yang menyerang Kunti ambiri secara bergantian dan membabi buta!. Ratu Randang yang berada di belakangnya juga mengalami nasib serupa, beberapa kali Nenek cantik ini berhasil merobohkan lawannya namun datangnya serangan laksana banjir yang tidak pernah surut membuat Sang nenek yang masih terlihat cantik ini cukup kelabakan!

 Sementara itu Kakek Kumara Gandamayana tampak mengebutkan sorban yang dipakainya untuk menghalau serangan seorang Paderi botak yang menggunakan senjata semacam Symbal ( alat musik terbuat dari kuningan yang berwujud sepasang piring besar ) yang dilemparkan kearah Raja Mataram. Symbal itu akhirnya terpukul mundur dan berputar kembali ke tangan Paderi botak tersebut. Kumara Gandamayana walaupun harus disibukkan melawan musuh yang sangat banyak namun masih selalu memperhatikan kondisi keselamatan Sang Raja Mataram. sementara Raja mataram sendiri terlihat sibuk melancarkan serangan dengan menggunakan keris Widuri Bulan miliknya kearah seorang kakek bermuka pucat yang sebelumnya menyerangnya dengan menggunakan sebuah tombak berwarna biru gelap. “Yang Mulia..! Biarlah hamba yang menahan mereka Semua…! cepatlah Paduka lari melalui jalan belakang membawa keluarga yang mulia…!” teriak Kumara Gandamayana sembari Melepaskan sebuah pukulan jarak jauh berwarna kebiruan yang dengan telak menghantam dua orang Pemuda yang berusaha membokong Raja Matram dengan sepasang senjata berbentuk Kaitan.

Sang kakek memang berhasil menyelamatkan Raja Mataram dari bokongan namun usahanya ini harus dibayar mahal kala seorang gadis cantik berpakaian putih berhasil membacok punggung sang kakek dengan pedangnya sehingga punggung Sang kakek langsung bersimbah darah. “Emban buyut…!” teriak Sang raja kala melihat sang kakek tampak terhuyung sementara dibelakangnya lusinan senjata tajam tampak hendak bersarang ditubuh sang kakek!

Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala mendorong kedua tangannya kearah orang­orang yang hendak membantai Kumara Gandamayana. cahaya ungu berbentuk payung besar tampak membuat senjata­senjata yang hendak menembusi tubuh sang kakek bermentalan! Sang raja rupanya telah mengeluarkan pukulan Payung Dewa Mengguncang Badai! tidak hanya sampai disitu kemarahan Sang Raja Mataram, setelah membaca aji kesaktian Sepasang Tangan Dewa Menebar Pahala tiba­tiba sepasang tangan Raja Mataram tersebut berubah membesar hingga sepuluh kali lipat!

 dengan sepasang tangan yang sangat besar dan berotot itu SangRaja Mataram kemudian terlihat mengamuk membabi buta! kedua ilmu ini pernah digunakan Sang Raja kala mencari petunjuk mengenai keberadaan empat mayat aneh. ( silahkan baca episode: Empat Mayat Aneh ).

sementara Wiro yang saat itu sedang menghadapi gempuran Sinto Gendeng gurunya dan beberapa tokoh anak buah Jenazah Simpanan tampak terdesak hebat. beberapa kali sang pendekar tampak mengeluarkan ilmu kepandaian yang di dapatnya dari kitab putih Wasiat Dewa maupun ilmu­ilmu yang didapatnya dari Sinto Gendeng untuk menghadapi keroyokan orang­orang yang mengendarai jin putih. namun beberapa kali pula nyawanya hampir melayang kala Kapak Maut Naga geni dua satu dua ditangan Sinto Gendeng nyaris memapas tubuhnya.

 keringat deras tampak membasahi kening dan tubuh Wiro. Biar bagaimanapun Wiro adalah anak yang sangat berbakti, dia tahu bahwa gurunya melakukan hal tersebut diluar keinginannya sehingga Sang Pendekar tidak berani mengeluarkan ilmu­ilmunya yang dahsyat guna menghadapi serangan Sang nenek. Wiro hanya menghadapi sang nenek menggunakan jurus­jurus langkah orang gila yang didapatkannya dari Tua Gila. “Celaka… kalau begini terus aku pasti akan mati tak bersisa…

aku harus segera mendapatkan jalan bagaimana menghadapi Eyang Sinto…” batin Sang Pendekar sembari menghindari larikan Sinar hijau yang dilepaskan seorang Resi bermuka Hijau kearahnya.

“Resi ini cukup tangguh juga…” batin Sang Pendekar sembari menggunakan jurus Kincir Padi Berputar. Serangan tangan Sang pendekar dengan telak menghantam dagu Sang resi yang masih berdiri Diatas punggung tunggangannya.

sementara pada saat itu Wiro tiba­tiba mendengar Ratu Randang menjerit kesakitan, Sang Pendekar melirik sekilas dan dilihatnya Sang nenek tampak memegang pundaknya yang berdarah sementara itu beberapa senjata tajam seperti Tombak dan keris tampak siap dihujamkan ke tubuh Ratu Randang. Sang Pendekar yang melihat hal ini menggeram keras. saat seorang wanita berkerudung menyerangnya dengan menggunakan pedang,

Wiro langsung menggunakan gerak silat Menepuk Gunung Memukul Bukit untuk memukul dan merampas pedang di tangan Sang Wanita, setelah berhasil merebut pedang ditangan sang wanita, Wiro langsung menangkis hantaman Kapak Maut Naga Geni yang di bacokkan oleh Sinto Gendeng kearahnya! Wiro menyadari kehebatan Kapak miliknya sehingga menangkis mengunakan tenaga lunak agar pedang di tangannya tidak hancur atau terpotong.

 kemudian dengan menggunakan tenaga lontaran hasil benturan pedang dan kapak Sang Pendekar langsung melenting meninggalkan arena pertempuran menuju kearah Ratu Randang yang sedang diancam bahaya! Sang Pendekar melesat dengan pedang teracung. ujung mata pedang nampak bergetar dan mengeluarkan suara nyaring kala Sang pendekar mengeluarkan jurus Malaikat Menundukan Siluman ( Lo Han CiangYau ) yang merupakan jurus kedua dari ilmu pedang yang diajarkan oleh Long Sam Kun atau yang lebih dikenal sebagai Pendekar Pedang Akhirat!

 ( silahkan baca episode: Pendekar Pedang Akhirat ).

Ujung pedang di tangan Wiro tampak berputar dan melenting­lenting seakan hidup dan memapas semua senjata yang bertubi­tubi membanjir hendak membinasakan Ratu Randang. “Wiro… terima kasih kau sudah menolongku… “ ucap Ratu Randang dengan pandangan mesra dan mulut termonyong­monyong! Wiro menggaruk kepalanya melihat kelakuan sang nenek. “Dasar nenek edan…!

sekarang bukan saatnya buat begituan! nanti saja kalau urusan sudah kelar… “ ucap Wiro sembari menangkis serangan senjata rahasia berbentuk pisau kecil yang disambitkan seorang nenek berjubah ungu kearahnya.

 Sementara Itu Sinto Gendeng tampak kembali merandek menyerang muridnya yang kini bertarung bertiga bersama Ratu Randang dan Kunti Ambiri. Sang nenek terlihat berjumpalitan di udara sebelum akhirnya dari sepasang mata sang nenek mengeluarkan sinar berwarna biru terang! “Sepasang Sinar Inti Roh…!” teriak Wiro kala melihat sinar yang keluardari Mata gurunya. inilah kali kedua Sinto Gendeng menggunakan ilmu sepasang sinar Inti Roh untuk menamatkan riwayat muridnya!

sementara itu ditempat yang tidak terlalu jauh dari tempat Wiro berada Raja Rakai Kayuwangi dyah Lokapala nampak mengamuk hebat! dengan sepasang tangannya yang berukuran raksasa Sang Maharaja ternyata mampu membuat para pengeroyoknya kocar­kacir berserabutan!

entah berapa puluh mayat baik mayat anak buah Raja Jin Hutan Roban maupun mayat Laskar Jenazah Lakarontang terlihat menggunung dalam bentukyang tidak karuan lagi akibat dihantam sepasang tangan raksasa milik Sang Maharaja. hal inibenar­benar membuat Lakarontang geram. “Saka Gendewa…! lekas kau habisi Raja Keparat itu…!” seru Jenazah Simpanan sembari menunjuk seorang pemuda yang mengenakan pakaian pemburu dan menyanding busur di pundaknya.

Pemuda ini kemudian terlihat menyentak tali kekangnya kuat­kuat membuat makhluk jin yang dikendarainya melolong setinggi langit! Makhluk jin muka rata ini kemudian melesat tinggi ke angkasa. pada ketinggian tertentu Sang Pemuda terlihat menginjak pinggang makhluk malang yang dikendarai sehingga makhluk tersebut berhenti dan tegak diam diangkasa.

sang pemuda kemudian terlihat meloloskan busur yang tersampir di pundaknya lalu membidikkannya kearah Raja mataram! tak terlihat anak panah sebuahpun pada busur yang direntangkannya dengan kencang, namun kala tali panah dijepretkan serangkum cahaya hitam berpendar berbentuk anak panah yang menerbitkan angin bersiutan melesat dengan kecepatan tinggi mengarah ke jantung Raja Mataram!. “Yang Mulia… awas Serangan…! “Teriak Kumara Gandamayana memperingatkan kala melihat dari kejauhan diangkasa selarik sinar hitam tampak memburu dengan kecepatan luar biasa kearah Maharaja Mataram!

***

Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang kala itu terlihat mengamuk hebat seolah­olah tidak mendengar apa yang diteriakkan oleh Kumara Gandamayana. Dirinya baru menyadari saat dari atas kepalanya terasa serangkum Hawa tajam tak terlihat yang seakan hendak menindih dan merobek­robek tubuhnya! sesaat lagi Hawa berbentuk anak panah hitam menembus jantung Sang Maharaja, tiba­tiba dari balik pinggang Sang Maharaja melesat satu benda bercahaya yang membentuk serangkum cahaya berputar berbentuk kipas pelangi yang langsung menghantam Panah Hawa yang dilepas Saka Gendewa dari atas langit!

Terdengar dentuman keras mengguncang pelataran istana! Dentuman yang sama kembali terjadi selang beberapa saat setelah dentuman pertama terdengar! apa yang sebenarnya terjadi? ternyata saat sinar berbentuk pelangi yang bukan lain sinar yang keluar dari keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang melesat dari Pinggang Raja Mataram bentrok dengan Hawa Panah hitam, Hawa berbentuk anak panah tersebut langsung terhempas keras dan secara kebetulan menghantam ilmu Sepasang Sinar Inti Roh yang dilepas Sinto Gendeng kearah Wiro dan kawan­kawan!

Wiro dan Ratu Randang tampak berpandangan sementara Kunti Ambiri terlihat menyeka lelehan darah yang menetes di sudut bibirnya ketiganya terlihat menjeplok di tanah akibat terjengkang karena kekuatan bentrokan Ilmu Sepasang Sinar Inti Roh yang dilepas Sinto Gendeng dengan hawa berbentuk panah yang dilepas dari atas langit!

“Wiro…! Orang diatas sana sangat berbahaya bagi keselamatan Raja Mataram! Kau harus bisa menjatuhkannya…! Biar kami tangani gurumu dan yang lainnya!”ucap Kunti Ambiri sembari memegang lengan Sang Pendekar. “Wiro pandangi Kunti Ambiri dan Ratu Randang “baik aku mengerti… aku akan mencoba menjatuhkan orang diatas sana, namun berjanjilah kalian tidak akan melukai Eyang Sinto…” ucap Sang pendekar dengan pandangan memelas. Kunti ambiri dan Ratu Randang saling pandang sejenak kemudian Ratu Randang terlihat tersenyum

 “kami tidak bisa berjanji tidak akan melukai gurumu mengingat tingkat kepandaiannya. namun kami berjanji tidak akan membuat gurumu meninggal saat bertarung melawan kami berdua. “ucap sang nenek bermata indah. Wiro anggukan kepalanya “baiklah kurasa itu juga sudah cukup…! aku pergi dulu, tolong lindungi aku…” ucap Sang pendekar sembari secara tiba­tiba mengecup bibir sang Nenek! Ratu Randang tampak kelabakan saat dicium olehSang Pendekar, sementara itu Wiro setelah mengecup bibir sang nenek segera hendak melesat namun tangannya tertahan oleh tangan Kunti Ambiri. “Curang… aku kan juga ingin…!” desis sang gadis sembari memandang Wiro dengan Pandangan merajuk! Wiro tertawa sembari menggaruk kepalanya, namun hanya sebentar kemudian sang pendekar terlihat menundukan kepalanya lalu mengecup bibir Kunti Ambiri. “Aku pergi sekarang… tolong kalian lindungi aku untuk sementara..” ujar Wiro sembari berlari menuju dinding keraton. “Mau kemana kowe Anak setan…! Jangan lari…!” teriak Sinto Gendeng sembari melepas pukulan Matahari kearah Wiro.

“Maaf Eyang…! saat ini aku tidak bisa meladenimu…! nanti saja kalau kau sudah sadar!” teriak Wiro sambil berjumpalitan menghindari serangan Sinar Matahari yang di lepas oleh gurunya Sinto Gendeng. Sinar matahari yang dilepas oleh Sinto Gendeng langsung melabrak sebuah pendapa yang langsung roboh dalam kobaran api! Sementara itu beberapa saat kemudian Wiro terlihat berlari­lari diatas dinding luar istana.

 hal ini tentu saja membuat dirinya menjadi sasaran empuk serangan puluhan senjata rahasia dan berbagai macam pukulan jarak jauh dilontarkan kearah tubuh sang Pendekar, namun dengan entengnya wiro memapak semua senjata rahasia yang dilemparkan kearahnya dengan pukulan Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih sementara pukulan jarak jauh yang dilepaskan kearah dirinya hanya dielakkan kesana kemari menggunakan ilmu silat orang gila! Alhasil sembari berlari diatas tembok kadang­kadang sang pendekar terlihat berjumpalitan, lalu bertiarap, senggol kiri, senggolkanan melompat, berjongkok lalu meloncat lagi sembari berlari menghindari derasnya pukulan jarak jauh yang datang membanjir!

“Dasar pemuda Gila…!” ucap Ratu Randang sembari tersenyum melihat tingkah laku Sang Pendekar. Tanpa sadar sang nenekmengelus bibirnya yang tadi dikecup oleh Wiro. “Hemm… masih sisa berapa yah…” batin sang nenek dalam hati sembari menghitung sisa jumlah janji kecupannya dengan Wiro. “Awas lehermu nek…!” teriak Kunti ambiri memperingatkan Sang Nenek kala dilihatnya sang nenek tersenyum­senyum sendiri tanpa menyadari kala seorang pemuda yang mengendarai Jin putih hampirsaja berhasil membacokkan goloknya ke leher sang nenek. Untung saja Kunti ambiri memperingatkannya sehingga sangnenek masih sempat menunduk dan menyelamatkan diri. “Terima kasih Kunti…!” teriak Sang nenek sembari kembali bertempur. “Mikir apaan sih…?” sebal Kunti Ambiri dalam hati. Sementara itu Wiro yang terus berlari seperti orang gila semakin lama semakin mendekati tempat Kumara Gandamayana dan Raja Mataram Bertarung. “Paduka yang mulia…! aku butuh bantuanmu…!” seru Sang Pendekar sembari berlari menghindari pukulan­pukulan jarak jauh yang terus membanjir kearah dirinya. “Jangan sekarang Ksatria Panggilan…! Saya lagi sibuk…! Dicatat saja dulu…!” jawab Sang Raja datar sembari menepuk tubuhseorang kakek kerdil yang berhasil ditangkapnya dengan tangan raksasanya. Malang nian nasib sang kakek, tubuhnya langsung gepeng pipih dihempas tepukan tangan raksasa Raja Mataram! “Kampret sialan…! apanya yang mau dicatat…?” maki Wiro dalam hati. “Yang Mulia! tolong lemparkan aku keatas …! Aku akan coba jatuhkan pemanah diatas langit sana..!” seruSang Pendekar sembari menunjuk keangkasa. Raja Mataram pun memandang keatas dan melihat diatas sana pemuda yang dipanggiloleh Lakarontang dengan sebutan Saka Gendewa ini tampak kembali merentangkan busurnya! “Baiklah Ksatria Panggilan…! cepat lompat kemari…!” seru Sang Raja sementara itu terlihat Keris Kanjeng Sepuh pelangi berputaran melindungi tubuh Sang Raja dan Kumara Gandamayana. Wiro yang mendengar teriakan Sri Maharaja Mataram langsung melompat dari atas tembok kearah Sang Raja. Raja Mataram ini pun langsung menyambut dengan tangan raksasanya. “perlahan­lahan yang mulia…!” ucapWiro kala merasa gamang karena tubuhnya tergenggam oleh sepasang tangan raksasa milik Raja Mataram! “Kau siap ksatria Panggilan…?” ucap raja Mataram pada Wiro yang berada dalam genggaman tangannya. “Beluuummm…! saya belum siap…! Sabar dulu yang muli…AAAAAAAA….!” teriak Wiro keras kala dirinya yang belum bersiap­siap, secara tiba­tiba langsung dilempar oleh Raja Mataram ke angkasa! Tubuh sang pendekar pun dengan cepatnya melejit keangkasa mengarah kearah Saka Gendewa yang sedang merentangkan tali busurnya! Sementara itu Saka Gendewa yang kala itu sedang membidik Raja Mataram dibawah sana terkejut besar kala melihat seseorang berbaju putih dengan kecepatan tinggi melesat kearahnya!

Sang pemuda inipun mengarahkan busurnya dan langsung menjepretkan tali busurnya kearah Wiro yang melesat kearahnya dengan kecepatan tinggi! Sementara itu Sang pendekar yang melihat lesatan tiga sinar berwarna hitam secepatnya melepaskan pukulan Benteng Topan Melanda Samudera dengan tangan kiri guna memapak tiga buah anak panah yang meluncur deras kearahnya sementara tangan kanannya yang masih menggenggam pedang langsung melancarkan jurus terakhir ilmu pedang yang di pelajarinya dari Pendekar Pedang Akhirat yakni jurus Setan MeratapMalaikat Menangis ( Kui Gok Sin Ki ). Langit kelam tiba­tiba memperdengarkan bunyi guruh dan kilat tampak bersahutan seolah­olah terdengar bagai suara­suara ratapan dan tangisan yang bergantian kala Sang Pendekar mengeluarkan jurus ini dengan kekuatan penuh! Kehebatan jurus ini pun terbukti kala mata pedang akhirnya mampu membuat patah busur yang dipegang Saka Gendewa sekaligus menembus tenggorokan Sang pemuda!

 namun sayangnya hal ini juga ditebus cukup mahal oleh Wirokala Pukulan Benteng Topan Melanda Samudera yang dilepasnya hanya mampu menangkis dua panah hawa yang dilepas oleh Saka Gendewa sementara sebuah panah yang tersisa berhasil menembus pukulan Wiro dan bersarang di pundaknya! Wiro mengeluh kala merasakan panah yang menancap di pundaknya seakan­akan tersedot kedalam tubuhnya.


“Panah hawa beracun…” desis sang pendekar sembari memegang pundaknya yang terluka sementara pedangnya tampak terlepas dan jatuh bersamaan dengan luruhnya tubuh Saka Gendewa dari tunggangannya. Wiro menutup mata dan menggertakan giginya kala merasakan tangan kiridan pundaknya terasa lumpuh. Sang Pendekar kemudian mencoba menotok jalan darah di pangkal pundak dan dadanya guna menghambat peredaran racun lebih luas namun tubuhnya sontak seakan tak bertenaga. “Gusti Allah… aku belum mau mati ditempat ini… aku masih harus menyembuhkan Eyang Sinto dan membawanya kembali ke Tanah Jawa… “Desis Sang Pendekar kala merasakan tubuhnya turut Luruh kebumi dengan derasnya! “Apakah riwayatku memang benar­benar sudah ditakdirkan berakhir di tempat ini…? Jika itu memang kehendakmu, maka aku hanya bisa berserah padaMu Ya Gusti Allah…” ucap Sang Pendekar pasrah. saat Wiro melesat jatuh dengan derasnya pada ketinggian ribuan tombak dari permukaan bumi,

 tiba-­tiba Sang Pendekar merasakan tubuhnya terhempas pada satu benda lembut. Sang Pendekar membuka mata dan melihat ternyata ada satu makhluk yang menyambut tubuhnya yang terhempas dengan menggunakan punggungnya. “Apa kau tidak apa­apa Pendekar?mari aku bawa kau kebawa sana…!” ucap sang makhluk yang ternyata bukan lain adalah Jin Putih bermuka rata yang tadinya ditunggangi oleh Saka Gendewa! “Terima kasih…” ujar Wiro sembari menahan Sakit, namun hatinya takhenti mengucapkan syukur ke hadirat Yang Kuasa “kau terluka…! Apakah panah pemuda jahanam itu melukaimu…?” Tanya Sang makhluk Jin. Wiro hanya menganguk pelan.

Tanpa disangka Sang Pendekar, Kepala Makhluk tanpa wajah tiba­tiba berputar seratus delapan puluh derajat menghadap wajah Wiro! Lalu tanpa disangka­sangka Jin tersebut langsung mendekatkan wajahnya ke pundak Wiro yang terluka dan ditempat diwajah sangJin yang seharusnya terdapat mulut itu tampak menyedot luka dipundak Wiro! “Ya Allah… ternyata kau memang Maha Pengasih dan Maha Penyayang…Pertolongan Mu datangselalu dalam bentuk yang tak pernah terduga… Engkau benar­benar Maha Pemurah…!” batin Wiro dengan mata berkaca­kaca sembari beristigfar.

Selang beberapa lama kemudian Makhluk tersebut tampak berhenti menyedot dan memalingkan wajahnya ke arah Sang Pendekar. “Apakah masih terasa sakit? Coba kau gerakkan tanganmu…” ucap Sang Makhluk Jin. Wiro coba gerakkan tangannya dan dia tidakmerasa sakit Lagi…! Tubuhnya yang sebelumnya terasa lemas juga kini sudah kembali bertenaga! “Kau telah menolongku..! Kau benar­benar diutus Gusti Allah untuk menolongku…!” girang Sang Wiro sembari memeluk Tubuh Sang Jin kencang. “Berpeganganlah pada tali kekang itu agar kau tidak terjatuh…”ucap Sang Jin sembari melayang kebawah. “Tidak… tidak… kau adalah penolongku… aku tidak akan menyakitimu dengan menggunakan kekang kendali itu…” ujar Sang Pendekar sembari menggunakan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad untuk melepaskan Kait Baja hitam yang mengait kedua pipi sang makhluk jin. Terdengar suara seperti tangis menggeru kala Wiro berhasil melepas kekang kait baja hitam dari wajah Jin Putih Muka Rata. “Terima kasih Pendekar… sekarang bersiaplah…!

 Kita akan segera turun kebawah…” Ucap Sang Jin anak Buah Sangkala Darupadha pada Wiro yang terlihat berdiri dengan gagahnya di punggung Sang Jin sembari menatap jauh ke bawah dimana pertarungan dahsyat masih berlangsung sementara rambut dan pakaiannyaterlihat berkibar kencang ditiup angin subuh Mataram Kuna! *** Sementara itu di Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya, Mimba Purana terlihat asyik menimang Bintang Langit Saptuning Jagat. Bayi dalamguci ini sudah tidak menangis lagi setelah beberapa saat di timang oleh bocah utusan Dewa ini. Dewi Langit Bunga tanjung yang melihat kelakuan sang bocah nampak tersenyum sebelum memalingkan wajahnya kearah Datuk Rao Basaluang Pitu dan yang lainnya.

“Datuk, tugas kami untuk menjemput Bintang Langit Saptuning Jagat telah kami jalankan, sebentar lagi kami akan meninggalkan ruangan ini dan kembali ke Istana Langit. aku hanya menyampaikan pesan dari Junjungan Simpul Agung Para Dewata untuk kalian agar berhati­hati dan berwaspada akan apa yang akan terjadi delapan Ratus tahun kedepan. oleh karenanya Beliau berharap agar kalian segera mempersiapkan diri sebaik­baiknya guna menghadapi malapetaka yang mungkin kelak tidak bisa dihindari…” ucap Sang Dewi lembut.

“Waktu kalian sangat terbatas, saat ini hawa kejahatan Lakarontang sudah mulai menancapkan kukunya di Bhumi Mataram. Walaupun kekuatan yang dimilikinya hanya sampai menjelang mentari terbit namun apa yang bisa dilakukannya pada saat itu justru akan sangat menentukan tindak­tanduknya di masa yang akan datang! Oleh karena itu nampaknya sudah saatnya bagi kalian untuk segera turun dan membantu Sri Maharaja Mataram dan kawan­kawannya menghadapi kejahatan Lakarontang…” sambungDewi.

“Kami mengerti yang mulia Dewi… sekarang juga kami akan segera turun dan membantu raja mataram…” ucap Datuk Rao Basalaung Pitu seraya memberi menangkupkan tangan memberi hormat pada Dewi Langit Bunga Tanjung. Dewi Langit Bunga Tanjung kemudian membalas penghormatan yang di berikan oleh Sang Datuk dengan anggukan kepala lalu beberapa Saat kemudian tubuhnya dan tubuh Mimba Purana yang sedang menggendong bayi Bintang Langit Saptuning Jagat nampak melayang naik ke angkasa menuju langit biru yang terlihat tersibak. Setelah beberapa saat sepeninggal Dewi Langit Bunga Tanjung dan Mimba Purana, Datuk Rao Basaluang Pitu pandangi keempat orang yang berdiri di hadapannya.

“Tampaknya sudah saatnya bagi kita untuk kembali ke Mataram, namun seperti yang kujanjikan sebelumnya ada beberapa barang yang ingin kuberikan kepada kalian…” ucap Sang Datuk seraya pandangi keempat orang dihadapannya satu persatu membuat keempat orang yang dipandang oleh Sang Datuk menjadiserba salah. sang Datuk alihkan pandangannya kearah Nenek Katai Ning Rakanini sembari mengeruk sesuatu dari kantung kulit tempat penyimpan saluang yang tergantung di pinggangnya. Beberapa saat kemudian Sang Datuk menyodorkan tangannya kearah Sang Nenek membuat Sang Nenek terperangah! Ternyata di tangan Sang Datuk terlihat Lima Buah Tusuk Kundai perak yang berkilauan!

“Aku memberikan Tusuk Kundai Perak Mentari ini padamu Wahai Ning Rakanini… aku harap kau bisa mempergunakannya sebaik mungkin mengganti tusuk kundai batu merah milikmu itu…” ucap Sang Datuk Lembut. Nenek Ning Rakanini terlihat tersipu saat mengambil tusuk Kundai di tangan Sang Datuk. Wajahnya terlihat memerah saat melepas Tusuk Kundai batu miliknya dan menggantinya dengan Tusuk Kundai Perak Pemberian Sang Datuk.

“Sebenarnya apa maksud Sang Datuk memberikan perhiasan ini padaku… apakah dia…?” batin SangNenek seraya berpikir yang bukan­bukan! Namun lamunannya terputus saat Datuk Rao Basaluang Pitu tiba­tiba melepaskan Tusuk Kundai di kepalanya. “caranya bukan begitu…” ujar Sang Datuk lembut semakin membuat merah pipi Sang Nenek sementara Arwah Ketua terlihat mendehem­dehem membuat Sang Nenek menjadi jengkel. “Caranya pakainya bukan begitu melainkan begini…!” ucap Sang Datuk tiba­tiba sembari menancapkan kelima tusuk Kundai Perak ke batok kepala Sang Nenek! Sang Nenek menjerit keras saat kelima tusuk kundai melesat dan menancap di batok kepalanya! Arwah Ketua, Resi Kali Jagat Ampusena dan Lor Pengging Jumena pun terhenyak tak menyangka akan apa yang dilakukan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu! Sementara itu nenek Ning Rakanini pandangi Datuk Rao Basaluang Pitu dengan mata melotot!

Perlahan­lahan dirabanya tusuk kundai perak yang menancap dikepalanya, terasa kepalanya yang biasanya berat kini benar­benar terasa ringan! Hawa sejuk dingin terasa berputar disekujur tubuhnya! “Tusuk Kundai itu bukan tusuk kundai biasa, dengan menancapkanKelima tusuk Kundai Perak Mentari langsung dikepalamu hal itu akan memperlancar seluruh jalan darah dan menambah tenaga dalammu… disamping itu Tusuk Kundai itu juga merupakan senjata yang sangat ampuh dan berbahaya… aku harap kau bisa menggunakan sebaik­baiknya…”ucap Sang Datuk sembari tersenyum.


Nenek Ning Rakanini langsung berlutut di kaki Sang Datuk kala mendengar ucapan Sang Datuk tersebut. “Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar­besarnya kepada Datuk…” ucap Sang Nenek sembari berlutut. Sementara Sang Datuk terlihat tertawa pelan sembari membangunkan Sang Nenek. “bangunlah… tusuk Kundai itu memang sudah ditakdirkan untukmu dan mereka yang nanti akan menjadi penerusmu… dimasa depan nanti Tusuk Kundai itu akan menjadi milik seorang tokoh kosen yang amat disegani di dunia persilatan, jadi aku sungguh berharap kau mau berjanji tidak akan menghilangkan Tusuk Kundai itu walau hanya sebuah…” ucap sang Datuk yang langsung dibalas anggukan oleh Sang Nenek. “Saya berjanji Datuk…

saya akan menjaga baik­baik Tusuk Kundai ini dan akan menurunkannya kepada para penerus saya nantinya…” ucap Sang Nenek yang dibalas anggukan oleh sang Datuk. Sang Datuk kemudian terlihat mengambil sesuatu lagi dari dalam kantung kulitnya, setelah tangannya keluar nampaklah bahwa barang yang berada di tangan sang datuk adalah sepucuk bibit pohon beringin.

Bersambung Bagian 4

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama